Selasa, 23 Februari 2016

ESAI ADIWIYATA TAHUN 2015



MENGUBAH POLA PIKIR WARGA SMANSA MELALUI PELAKSANAAN PRINSIP PARTISIPATIF DAN BERKELANJUTAN DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH ADIWIYATA MANDIRI
Lingkungan adalah sesuatu gejala alam yang ada disekitar kita, dimana terdapat interaksi antara faktor biotik (hidup) dan faktor abiotik (tak hidup). Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku. Oemar Hamalik (2004:194) dalam teorinya “Kembali ke Alam” menunjukan betapa pentingnya pengaruh alam terhadap perkembangan peserta didik. Menurut Oemar Hamalik
(2004: 195) Lingkungan (environment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Lingkungan yang berada disekitar kita dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Bila lingkungan sehat maka semua mahkluk hidup yang ada disekeliling kita akan dapat bernafas dengan baik. Terutama kita sebagai siswa dapat menerima materi pembelajaran dengan baik. Karena bila ruangan kelas bersih, pastilah udara akan sejuk. Dan oleh karena itu otak dapat menjalankan fungsi dan kegunaannya dengan sempurna
.
Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemerintah dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Upaya tersebut mencakup berbagai komponen yang ada hubungannya dengan kualitas pendidikan. Diantaranya adalah kualifikasi guru, perbaikan kurikulum, pengadaan media dan buku-buku ajar, dan masih banyak lagi yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu di Indonesia. Salah satu komponen yang harus dimiliki oleh guru agar mampu melaksanakan pembelajaran yang efektif adalah guru harus mampu memanfaatkan dan menggunakan media dan sumber belajar yang tepat.
“Sebenarnya, apa sih adiwiyata itu?” Adiwiyata mempunyai pengertian sebagai tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya ke-sejahteraan hidup kita dan menuju kepada citacita pembangunan berkelanjutan. Tujuan program Adiwiyata adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Permasalahan mengenai lingkungan ini sebenarnya sudah menjadi masalah lama khususnya di Indonesia. Permasalannya semakin hari-semakin “Kacau” saja, apalagi di tahun 2015 ini. Dalam esai kali ini penulis akan mempersempit cakupan permasalahannya yaitu untuk kebersihan di lingkungan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sungailiat. Permasalahannya ini akan penulis bagi menjadi tiga kasus pokok/utama. Kasus pertama yang ditinjau penulis adalah pandangan mengenai lingkungan SMANSA jika dilihat dari “kacamata” masyarakat awam, menurut penulis hal ini perlu dilakukan agar kita sebagai warga SMANSA mengetahui pandangan orang lain mengenai lingkungan SMANSA ini, apakah sudah cukup baik atau ada hal yang harus dibenahi lebih lanjut. Kasus kedua yang menjadi sorotan penulis adalah usaha yang telah dilakukan oleh seluruh warga SMANSA dalam menjaga lingkungannya, khususnya menyangkut usaha untuk menggapai gelar “Adiwiyata Mandiri” itu sendiri. Kasus ketiga ialah permasalahan mengenai rendahnya kesadaran siswa-siswi SMANSA akan pentingnya menjaga lingkungan sekolah.
Pada kasus pertama, penulis menarik sebuah hipotesa awal dari masyarakat umum mengenai lingkungan SMANSA ini. Kebanyakan masyarakat menilai bahwa SMANSA merupakan salah satu sekolah yang terbaik di Kecamatan Sungailiat ini, karena prestasinya yang cukup gemilang. Dengan adanya penghargaan ini, seharusnya dapat diimbangi dengan tindakan yang lebih nyata lagi, khususnya mengenai lingkungan. Menurut penulis sendiri, SMANSA ini mempunyai tanah yang cukup luas. Namun, tanah yang digunakan untuk tempat yang hijau hanya berkisaran 15-20 persen selebihnya adalah tempat yang gersang dan bangunan yang berdiri kokoh berdiri, hal ini tentu bisa kita rasakan sendiri betapa panasnya lingkungan SMANSA ini.
Pada tinjauan kasus kedua yang penulis anggap penting adalah mengenai usaha yang telah dilakukan oleh seluruh warga SMANSA dalam menjaga lingkungannya. Adanya sebuah keberhasilan, tentu pasti adanya sebuah usaha/pengorbanan. Penulis tidak mengetahui secara pasti mengenai usaha secara keseluruhannya, tentunya semua halnya telah dicanangkan dari jauh-jauh hari. Namun, jika diperbandingkan dengan keadaannya saat ini, menurut penulis reputasi usahanya sudah mulai menurun, apalagi terkait dengan adanya pembangunan gedung baru. Kenapa hal ini harus penulis katakan?  Sebab, inilah poin yang terpenting demi kelanjutan penghijauan ini. Sekolah telah menciptakan GHT (Green House Team) sebagai salah satu “motor penggerak” penghijauan di SMANSA. Namun, menurut penulis GHT ini tidak berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
Tinjauan kasus ketiga yang menurut penulis perlu dibenahi adalah mulai memudarnya kesadaran siswa-siswi SMANSA dalam menjaga lingkungan. Menurut penulis, hal ini menjadi pokok permasalahan dari beberapa tinjauan masalah yang sebelumnya penulis paparkan. Kesadaran ini memudar karena sikap pada masing-masing individunya itu sendiri. Namun, kita juga tidak dapat menyalahkan pada salah satu pihak (sekolah/siswa) saja, kita harus introspreksi diri sendiri. Kesadaran itu muncul jika ada kemauan. Mungkin, salah satu faktor yang menyebabkan itu semua adalah kurangnya sarana dan prasarana pendukung yang diberikan sekolah, kalau pun ada sekolah tidak melakukan kajian secara rutin itulah kesalahan yang menurut penulis mendasar sekali dampaknya. Tidak hanya itu saja, namun yang perlu penulis munculkan kembali adalah nilai gotong royong. Nilai ini cocok dengan ciri NKRI yakni negara argaris, dari nilai gotong royong, diharapkan kita sebagai warga SMANSA dapat saling membantu. Penulis merasa masalah yang lebih kompleks akan bertambah seandainya kesadaran dan ini tidak ditumbuhkan kembali.
Sesuai dengan tema perlombaan esai kali ini, “Sekolah Menuju Adiwiyata” maka penulis akan memaparkan beberapa hal yang menurut penulis dapat menjadi referensi bagi pihak sekolah dan dapat ditindaklanjuti, artinya bukan hanya sekedar diperlombakan saja namun harus dilakukan dalam tindakan nyata. Penulis mengamati ada empat hal utama yang harus dilakukan sekarang ini yakni meningkatkan kembali kesadaran (moral) akan pentingnya sebuah lingkungan bagi seluruh warga sekolah tanpa terkecuali, melakukan pembenahan mengenai sarana-prasarana penunjang lainnya dan melakukan kajian secara rutin, melakukan kolaborasi semua ekstrakulikuler untuk mengajak anggotanya untuk menjaga lingkungan, menciptakan ruang hijau yang asri tidak perlu luas yang penting manfaatnya terasa. Seluruh gagasan ini sesuai dengan prinsip sekolah Adiwiyata yakni partisipatif (Komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggungjawab dan peran) dan berkelanjutan (kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komprehensif)
Hal yang pertama adalah meningkatkan kembali kesadaran (moral) akan pentingnya sebuah lingkungan bagi seluruh warga sekolah tanpa terkecuali. Moral yang baik ini penulis persempit menjadi dua poin utama. Poin yang pertama adalah memiliki prinsip dan komitmen. Prinsip dan komitmen ini penting adanya, karena penyebab terjadinya perubahan dan kemajuan dalam pembangunan adalah berdasarkan prinsip dan komitmen para pemimpinnya. Konsistensi diri dan kreasi intelektual dalam implementasi regulasi dan kebijakan untuk menangani permasalahan menjadi faktor penentu keberhasilan yang diharapkan oleh segenap warga sekolah. Poin yang kedua adalah jujur, amanah, dan bertanggung jawab. Dengan jujur, amanah, dan bertanggung jawab maka lama-kelamaan semua permasalahan akan cepat menemui titik terang/penyelesaian.
Hal yang kedua adalah melakukan pembenahan mengenai sarana-prasarana penunjang lainnya dan melakukan kajian secara rutin. Inilah adalah satu gagasan penulis dalam mengkritisi/memberi saran terhadap perkembangan dan kemajuan SMANSA kedepannya yang ditargetkan dapat menggapai gelar Adiwiyata Mandiri pada tahun 2017. Tahap awal yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah melakukan pengecekkan terhadap seluruh sarana-prasana penunjang yang telah diberikan seperti tempat sampah, dinding dan atap ruang kelas, daerah resapan air, Green House, dan lain sebagainya. menurut penulis, ini tahapan awal yang dapat dilakukan agar pihak sekolah mengetahui langsung bukan hanya sekedar laporan saja. Masalah kotak sampah yang dikelas, jika hanya berupa tulisan “Organik & Non-Organik” nampaknya tidak memberikan efek apapun. Untuk itu, penulis bermaksud menyarankan sekolah untuk mengganti tulisan “Organik & Non-Organik”  pada kotak sampah di masing-masing kelas dengan perbedaan warna agar siswa lebih mudah untuk membedakannya dan mengganti ukurannya menjadi lebih sedikit besar agar tampungannya dapat lebih banyak. Kemudian, masalah dinding dan atap ruang kelas. Adiwiyata tidak selalu hijau-hijau-dan hijau saja. Namun, infrastruktur pun patut di perhatikan agar terdapat keselarasan antara usaha pendukung berupa penghijauan dan fasilitasnya. Selanjutnya, daerah resapan air. Setiap hujan deras mengguyur, lingkungan SMANSA khususnya di sekitar ruang kelas terjadi banjir. Hal ini tentu karena daerah resapan airnya kurang atau fungsi bioporinya kurang berdampak luas bagi lingkungan. Terakhir, masalah Green House yang menurut penulis manfaatnya kurang terasa. Masalah internal membuat kegiatannya tidak berjalan sesuai rencana yang dicanangkan. Selain itu, pihak sekolah juga menurut penulis “enggan memperhatikan” sehingga masalah ini menjadi masalah serius. Kenapa? SMANSA mentargetkan Adiwiyata Mandiri di tahun 2017 dan sekarang telah akhir tahun 2015, artinya jangka waktu untuk membenahinya hanya 1 tahunan. Untuk itu, mulai saat ini segalanya harus diperhatikan secara detail. Mulailah dari sekarang kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.
Hal yang ketiga adalah melakukan kolaborasi semua ekstrakulikuler untuk mengajak anggotanya untuk menjaga lingkungan. Kurikulum saat ini mewajibkan seluruh siswa untuk mengikuti ekskul, untuk itu penulis terpikir untuk melakukan kolaborasi kepada seluruh ekskul di sekolah ini untuk bekerja sama dalam menjaga lingkungan terlepas dari apakah ekskul tersebut dibidang penghijauan ataupun tidak. Sebab, saat ini yang harus kita perhatikan adalah tercapainya target adiwiyata maka menurut penulis ini adalah satu tindakkan nyatanya, semakin banyak orang yang berpartisipasi semakin cepat proses keberhasilannya terwujud.
Dan terakhir adalah menciptakan ruang hijau yang asri sesuai dengan lahan yang tersedia. Penulis memiliki sebuah gagasan kepada pihak sekolah untuk memanfaatkan lahan kosong dibelakang Gedung Serba Guna menjadi Green House. Asumsi ini penulis dapatkan karena setiap penulis melakukan pelajaran olahraga selalu berada di lingkungan lapangan, lahan tersebut sedikit membuat pandangan mata tidak nyaman kumuh, kotor, banyak nyamuk dan lain sebagainya. Alangkah baiknya pihak sekolah untuk membuat lahan tersebut menjadi Green House dengan rancangan menaman secara hidroponik yang di desain sedemikian rupa tanpa menghilangkan bangunan yang tersedia. Dengan adanya Green House tersebut sekiranya dapat membantu sekolah dalam mempercepat terwujudnya Adiwiyata Mandiri dan siswa sendiri dalam mengikuti pembelajaran. Penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar direncanakan dan ditata dalam suatu rencana yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan baik, dan menggunakan sumber belajar yang menarik akan berpengaruh pada belajar peserta didik. Gaya belajar sangat penting dan merupakan syarat mutlak bagi seorang siswa untuk belajar. Gaya belajar adalah cara-cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi (Gunawan, 2006). Gaya belajar juga merupakan metode yang dimiliki individu untuk mendapatkan informasi, yang pada prinsipnya merupakan bagian integral dalam siklus belajar aktif (Riding dan Rayner, 2002). Menurut Keefe (2007), gaya belajar adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan psikomotor, sebagai indikator yang bertindak relatif stabil untuk pembelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar.
Gaya belajar merupakan peran penting dalam proses pendidikan. Setiap pelajar mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda. Ada pelajar yang sesuai dengan gaya belajar tertentu dan ada individu yang tidak sesuai dengan gaya belajar tersebut. Beberapa pelajar dapat belajar dengan baik jika diberi bimbingan, namun terdapat juga pelajar yang belajar dengan baik dengan inisiatif sendiri. Inilah yang menjelaskan alasan setiap pelajar memiliki gaya belajar yang personal dan unik. Gaya-gaya belajar yang unik ini dapat dipandang sebagai kekayaan yang harus disadari oleh individu itu sendiri dan khususnya bagi mereka yang menjadi orang-orang yang terampil membantu (guru) pada proses pembelajaran. Sementara itu siswa juga akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah Belajar akan lebih bermakna jika siswa “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahuinya.
Lingkungan merupakan salah satu tempat atau wahana untuk digunakan sebagai media pembelajaran dalam proses belajar mengajar, karena dapat menumbuhkan minat dan merangsang mereka untuk berbuat dan membuktikannya. Tetapi kebersihan dan keindahan lingkungan tersebut  juga mempengaruhi terhadap cara belajar siswa/siswi. Dengan melaksanakan program adiwiyata akan menciptakan warga sekolah, khususnya peserta didik yang peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan sumber daya manusia yang memiliki karakter bangsa terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di sekolah tersebut.